Editorial. Media Dinamika Global. Id. - Para Politisi, Akademika, Aktivis, LSM serta Masyarakat Umum sudah tidak Percaya terhadap Kinerja KPU hari ini, Pasalnya beberapa saat yang lalu telah mengumumkan Verifikasi Faktual Partai Politik di Tingkat Nasional, lalu kemudian Partai tersebut berafiliasi dengan Penguasa pada hari ini, itu yang Lolos sementara Partai lainnya yang dianggap bertentangan tidak dapat diloloskan. Hal inilah Akademika sudah mulai membuka Ruang Opini tentang Kredibilas KPU Hari ini.
Sebagaimana Dalam Editorial Dewan Redaksi Koran Tempo yang berjudul Skandal Verifikasi Faktual KPU yang Membahayakan Demokrasi ini menunjukkan bahwa KPU sebagai Penyelenggara sudah tidak lagi Independen, netralitas dan Kredibel lagi. Sebagaimana dilansir KORAN TEMPO, pada 13 Desember 2022 ini sudah jelas bagaimana Kemudian Demokrasi ini dibuat seperti Bayi Prematur yang tidak berdaya, KPU menggunakan Jabatannya sebagai Super Hero alias Abiyus off Power.
KITAB Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR mengancam demokrasi lewat pengekangan berpendapat. Kini beban demokrasi Indonesia kian berat dengan munculnya berita KPU meloloskan tiga partai peserta Pemilu 2024 yang sebetulnya tak memenuhi syarat dalam verifikasi partai politik.
KPU diduga meloloskan secara paksa tiga partai politik peserta Pemilu 2024: Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nasional, dan Partai Garuda. Ada pengakuan dari pengurus KPU daerah bahwa Ketua KPU Hasyim Asy'ari memerintahkan agar mengubah hasil verifikasi faktual tiga partai tersebut. Jika benar informasi ini, sungguh bejat perilaku pimpinan KPU. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mesti mengusut tuduhan serius ini dan memecat komisioner KPU jika terbukti benar.
Apa yang dilakukan Hasyim Asy'ari dkk sungguh mencoreng demokrasi--sistem politik yang kita sepakati setelah Reformasi 1998. Pemilu yang bebas, jujur, dan adil adalah sarana utama demokrasi Indonesia tegak. Tanpa pemilu yang transparan, Indonesia akan kembali ke zaman gelap Orde Baru, yakni mengakali pemilu atau menyelenggarakannya sebagai cara pura-pura demokratis.
Ada banyak dugaan motif meloloskan tiga partai baru itu. Kita tahu pentolan Partai Gelora adalah eks pengurus teras Partai Keadilan Sejahtera. Juga PKN adalah mantan pengurus Partai Demokrat. Kedua partai tak diajak berkoalisi dengan PDI Perjuangan, partai penyokong Presiden Joko Widodo. Untuk Pemilu 2024, keduanya juga sedang menimbang Anies Baswedan, calon presiden Partai NasDem.
Menggembosi tiga partai itu bisa mengurangi jalan mulus Anies Baswedan menjadi calon presiden. Anies, Gubernur Jakarta 2017-2022, disebut-sebut sebagai rival terberat Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah politikus PDI Perjuangan, yang secara implisit mendapat dukungan Presiden Jokowi. Jika benar manipulasi verifikasi partai untuk tujuan menjegal calon presiden potensial yang tak didukung penguasa, sungguh rusak politik Indonesia.
Seperti sepak bola yang dipimpin wasit curang, demokrasi mati di bawah KPU yang berpihak, manipulatif, dan tidak transparan. Intervensi pimpinan KPU pusat terhadap KPU daerah meloloskan partai tak memenuhi syarat jelas mengangkangi independensi KPU daerah. Padahal independensi KPU adalah napas utama demokrasi.
Agaknya KPU juga tak berniat mendapatkan kepercayaan publik sehingga partisipasi dalam pemilu naik. Alih-alih terbuka, KPU menutup akses publik terhadap Sistem Informasi Partai Politik. Pelanggaran krusial ini, anehnya, tak dipersoalkan oleh Badan Pengawas Pemilu. Lengkap sudah kerusakan demokrasi Indonesia.
Karena daya rusaknya sedemikian hebat, tak ada salahnya jika kita berharap para penegak hukum proaktif mengusut dugaan manipulasi itu. Jika Bawaslu dan organ-organ pengawas pemilu tak berfungsi, aparat hukum harus bertindak. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi mesti mengusutnya. Dalam manipulasi politik seperti itu, tak jarang ada praktik suap.
Sebab, tak hanya meruntuhkan kepercayaan publik pada demokrasi yang sedang kita bangun ini, manipulasi KPU akan melahirkan persekongkolan berikutnya. Lolosnya Partai Garuda disebut-sebut sebagai balas jasa partai di DPR karena menggugat pasal yang mewajibkan partai yang lolos pemilu sebelumnya tak perlu ikut verifikasi faktual.
Tali-temali korupsi politik ini harus diputus. Indonesia akan selamanya dalam kubangan ketertinggalan jika para penyelenggara negaranya korup. Salah satu cara Indonesia naik kelas adalah dengan menyelenggarakan pemilu yang berkualitas, jujur, imparsial, bersih, dan transparan. Pemilu adalah harapan terakhir negeri ini mendapatkan pemimpin yang benar-benar memikirkan masa depan Indonesia.
Sumber : Muhammad Abdul Salam.S.Hum. M.Pd
0 comments