Mataram, Media Dinamika Global.Id._ Negara yang harus hadir sebagai penjaga nakar publik, kini dicederai oleh sikap intimidasi yang dilakukan oleh Walikota Sukabumi, membuat kegaduhan dengan pelarangan terhadap sikap keagamaan Muhammadiyah.
Bahayanya ketika kendali negara berlebih atas agama atau keyakinan tertentu, akan menimbulkan perilaku diskriminatif pada kebijakan apapun, negara yang seharunya hadir sebagaai fasilitator, menjaga stabilitas dan bersikap toleran malah menimbulkan faksi-faksi baru dan kecenderungannya sangat politis, dibuat isu makar dan tidak taat atas putusan pemerintah.
Melihat reaksi atas pelarangan Muhammadiyah dan semua khawatir negara akhirnya menfasilitasi satu permintaan kepentingan kelompok yang berdasarkan selera kekuasaan harusnya negara tanpil dengan kekuasaannya untuk melindungi, menjaga kondusifitas dan menjamin hak atas sikap dan keyakinan Agama dan kelompok agama manapun.
Ini sangat tendensius sekali, harusnya ketika pemerintah pusat atau daerah dalam menanggapi perbedaan praktek keagamaan tertentu perlunya berdasarkan norma-norma hukum, tidak ada alasan apapun untuk melarang penggunaan fasilitas umum atas perbedaan pandangan mengenai penetapan Hari Raya Idul Fitri dan permintaan yang sama dari kelompok agama manapun, persoalan perbedaan pandang dan praktek agama, negara tidak boleh ikut campur terlalu jauh dan membuat keputusan yang mencoba memonopoli menciptakan sikap ekslusif dengan mengambil alih Hak dan kebebasan warga negara.
Melihat fenomena ini, acap kali di stempel dengan sikap melawan pemerintah, tidak taat pada kepemimpinan. Dan paling sering sentimen politik semacam ini muncul pada momentum-momentum tertentu, reaksi yang spontan atas ketidakpuasan pada kerja-kerja konsolidasi kekuasaan yang berupaya mengendalikan opini publik, sikap seperti penolakan pemakaian fasilitas umum seperti ini kadang juga pengetahuan tentang posisi negara dan agama yang masih minim dari kepala walikota suka bumi, tidak paham pancasila dan bagaimana menjadi warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, bersikap moderat dan pentingnya merawat nalar dan pikiran inklusif yg dampaknya pada kebijakan yang hasilkan.
Akhirnya kita semua yang di rugikan, keislaman kita benar-benar di nilai skeptis, yang ada persaingan antar kelompok di internal kita yg terus di pertontonkan, dampaknya pada keberterimaan islam sebagai agama yg rahmatan Lil-alamin jauh dari harapan.
Sikap untuk tidak menerima kelompok satu atas kelompok keagamaan lain, adalah bentuk ketidak kedewasaan seseorang, problem identitas kita masih panjang konfliknya kedepannya, jika masih saja saling menyalahkan dan apalagi memakai fasilitasi negara.
Semoga kita tetap sehat dan saling menghormati atas perbedaan, yang sesungguhnya upaya utk berbeda dan bersama adalah dua sikap yang terus hidup, tugas pemerintah bukan malah membuat keputusan yang benar-benar saling menjaga dan menghormati.
Muhammadiyah tidak mungkin juga berlebihan untuk sampai pada manuver-manuver ekonomi dan politik, dan itu mustahil dilakukan, karena negara ini di bangun oleh pemikir-pemikir dari berbagai ormas Islam, salah satunya yang berperan adalah Muhammadiyah, catatan sejarah selalu melekat pada pikiran dan tindakan warga muhammadiyah..
Penulis : IMMawan Muh. Alifuddin (Pemuda Muhammadiyah Mataram).
Editor : Tim MDG.
0 comments