Foto : Direktur PUKAD, Firmansyah.
Mataram, Media Dinamika Global.Id.-- Direktur Pusat Kajian Demokrasi PUKAD NTB Mengancam keras tindakan intimidasi, represif, kriminalisasi, Polres Kabupaten Bima dan bupati Bima Indah Damayanti Putri yang sengaja menutup mata dalam persoalan infrastruktur jalan yang ada di Kecamatan Donggo-Soromandi.
Kata Firmansyah, Bermula Front Perjuangan Rakyat Donggo Soromandi (FPR DS) Melakukan aksi unjuk rasa melakukan Boikot jalan selama Tiga hari berturut-turut, aksi tersebut di mulai hari Senin tanggal 15 Mei hingga hari Rabu tanggal 18 Mei 2023.
"Hari Ketiga Aksi unjuk rasa tersebut dibubar paksa oleh pihak Polri dan TNI serta melakukan tindakan Represif dan menetapkan 15 orang sebagai tersangka. Aksi Front Perjuangan Rakyat Donggo Soromandi (FPR DS), sebagai bentuk protes terhadap Pemda Bima yang tidak mampu memperbaiki Infrastruktur jalan raya selama beberapa tahun terakhir ini di sepanjang jalan Kecamatan Donggo Kabupaten Bima," ujarnya.
Nilai demokratis harus di junjung tinggi karna itu adalah bunyi UU. Hak asasi manusia tidak boleh di bungkam dengan dalih mengganggu ketertiban Umum,
Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan amanah Undang-Undang Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan, Negara tidak boleh membatasi hak kebebasan selama hal itu demi masyarakat Umum, tugas negara mengatur bukan membatasi.
Lanjutnya, Aksi Demonstrasi yang berturut-turut yang dilakukan oleh Front Perjuangan Rakyat Donggo Soromandi (FPR DS) Sama sekali tidak ada tanggapan dan respon baik dari Pemda Bima, akibat mengabaikan tuntutan aksi mahasiswa selama beberapa hari tersebut, maka sejumlah masa aksi mengambil langkah dengan memboikot jalan raya dengan harapan Pemda Bima segera meresponnya. Akibat jalan buntu, akhirnya Front Perjuangan Rakyat Donggo Soromandi (FPR DS) di bubarkan dengan tindakan Intimidasi, represif, dan Kriminalisasi oleh aparat penegak hukum dan Sikap apatis, tidak profesional oleh Pemda Bima. Saya sangat turut prihatin atas sikap Pemda Bima yang berujung pada penetapan sebagai tersangka 15 orang masa aksi yang dilakukan oleh Pihak Polres Kabupaten Bima.
"Ia, Saya merespon tentang kejadian tersebut, dari prespektif hukum di tegaskan pada pasal 5 UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia yakni menciptakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman mewujudkan kehidupan masyarakat tata tentram, dalam menjalankan perannya, pihak aparat kepolisian wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional, itu tertuang dalam Pasal 30 ayat (4) UUD RI Tahun 1945 dan pasal 5 ayat (1) UU nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperang dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat," menurut dia.
Sambungnya, Aspirasi masyarakat yang di sampaikan adalah problem masyarakat yang seharusnya di respon dengan baik oleh Pemerintah Daerah Kab. Bima, dan pihak kepolisian seharusnya menjadi fasilitator dan melakukan tindakan-tindakan diluar tugas dan tanggung jawab pihak kepolisian sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002.
"Maka dengan rasa sadar dan sehat saya Meminta kepada KAPOLDA NTB dan KAPOLRES Kab. Bima agar segera membebaskan 15 orang Mahasiswa tanpa syarat," harapannya. (Red).
0 comments