Visi misi NTB Gemilang yang mestinya dikawal oleh Kepala Bappeda NTB justru menimbulkan persepsi ambigu dimata para tokoh dan aktivis SASAMBO (Sasak Samawa Bima Dompu). Mediadinamikaglobal meliput khusus konstelasi politik birokrasi yang terjadi di Bappeda NTB kendali Iswandi Lombok Timur ini dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran kualitas pelayanan umum yang dilakukan oleh pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) ditengah eksisnya kecintaan kita terhadap Provinsi Bumi Gora.
Tak lengkap rasanya bagi Semeton Sasak untuk menulis pada dinding Mediadinamikaglobal sebagai corong idealisme SASAMBO ini, melainkan harus membagi topik dan alinea dalam tema yang berangkaian. Karena berbicara mengenai Evaluasi Publik Terhadap Strategis Perencanaan Pembangunan Daerah, tentu tidak akan jauh dari nilai akhir, seberapa jauh kah Kepala BAPPEDA NTB mengakomodir setiap aspirasi dan inovasi dari semua unsur masyarakat Bumi Gora. Atau jangan-jangan tumpukan SPJ (Sistem Surat Pertanggung-jawaban) aspal yang menumpuk diatas mejanya, semakin subhat oleh material bekas aset dan kendaraan dinas afkir yang ramai diperbincangkan di Udayana, ketika terjadi rebutan bansos dan jatah titipan ormas terbesar di NTB selama satu setengah dekade terakhir?
Nah, opini Semeton Sasak yang ditoreh Amaq Teginang selaku mangku Spotinsidelombok ini hadir, sebagai nukilan khusus yang menandai, bahwa masih kental pertalian 'per-semeton-an' para pewarta, dari Ampenan sampai Sape, dari Sembalun sampai Sanggar, dari Karang Taliwang Cakra sampai Taliwang Sejati di Sumbawa Barat. Itulah makna dari dogma SASAMBO yang sejak lama kita popularkan, bukan sekedar kesewotan ketika wacana Provinsi Pulau Sumbawa yang menggugah penelusuran dikemanakan Divertasi Saham Newmont itu. Bukan, inilah bukti bahwa SASAMBO adalah persatuan kekinian suku bangsa Sasak Samawa Bima Dompu dalam sebuah bingkai NTB (bukan Nasib Tetangga Bali).
Semeton Mediadinamikaglobal, kita kembali ke topik utama kali ini, ialah proses penelusuran informasi dan referensi, tentang "Persepsi Publik Terhadap Disparitas Politik Birokrasi Pemprov NTB", sebuah liputan khusus Amaq Teginang.
Ditengah lantunan shalawat dan suara dzikir yang selalu berkumandang disetiap sudut Negeri Seribu Masjid, penulis menyempatkan waktu untuk ngopi bareng perkumpulan SASAMBO di kafe bawah pohon Kekalik Ampenan, persis dikompleks mahasiswa dan aktivis sekitar Jalan Majapahit. Ngopi bareng kali ini adalah rehat paling santai selama sebulanan penuh Tim Mediadinamikaglobal keliling Lombok untuk sekedar mencari referensi masyarakat dan tokoh terhadap kesetimbangan perlakuan pejabat-pejabat kita dalam menyikapi kebutuhan kue pembangunan yang seharusnya adil merata antara Pulau Lombok dengan Pulau Sumbawa.
Kawan Mediadinamikaglobal yang juga seorang Mediator Spotinsidelombok bernama Papuq Teginang mulai membuka diskusi, sekedar menunggu sore yang adem, karena esok hari 1 Muharam 1445 Hijrah adalah lembaran baru yang dinantikan sebagai harapan semua warga NTB terhadap makna sebuah kegemilangan dan kemajuan ditengah hiruk pikuk ibukota Mataram yang temaram. Bukan di rumah singgah, ngopi bareng kita perdana kali ini adalah di Cafe Bawah Pohon, sekitar stasiun TVRI NTB di Kekalik.
Sebuah pertemuan yang di isi dengan lautan informasi yang jika dipetik secara kearifan dan bijaksana, adalah merupakan rangkaian hikmah untuk kebaikan dan kemajuan NTB yang kita sayangi.
_*"Aok aneh tetuq bejuluk kovi ke methooonnnn."*_
Dipaparkan Amaq Teginang bahwa Spotinsidelombok pada saat selesai meliputi event MXGP Samota beberapa pekan lalu, Amaq Teginang dan kawan-kawan media menyempatkan bincang banyak dengan penonton dan penduduk ditengah MXGP SAMOTA yang berlangsung, ditengah terik dan debur debu yang menghiasi arena balapan Motocross terhebat di Indonesia ini.
Masyarakat Sumbawa khususnya merasakan adanya nuansa keadilan dan perlakuan yang seimbang dengan adanya MXGP, seperti riuh gempitanya event MotoGP dan SBK di Kuta Mandalika Lombok. Event MXGP SAMOTA dan MotoGP Mandalika merupakan branding euforia penanda khusus pasangan ZULROHMI selama mengisi NTBgemilang pada pada periode 2018-2023.
Bagaimana khabar SAMOTA bagi masyarakat Pulau? Pertanyaan ini sedikit berbalik kepada Amaq Teginang, karena ternyata masih banyak semeton Samawa disana yang tidak tahu singkatan dari apa kata SAMOTA. Juru media kami Mas Pono menimpali, SAMOTA itu adalah singkatan dari : Teluk Saleh, Pulau Moyo, Gunung Tambora. Baru lah diskusi di MXGP SAMOTA itu kembali cair.
Dari pengalaman bincang bersama masyarakat penonton MXGP SAMOTA itulah liputan ini dimulai.
Karaeng Santong, adalah narasumber yang paling lugas memberikan komen terhadap kesan masyarakat Pulau Sumbawa terhadap event MXGP SAMOTA. Faktanya adalah event ini merupakan acara terbesar yang mampu menghadirkan talenta motosporty di jantung tanah Intan Bulaeng, bukan sekedar Medan balap nya yang paling menantang, bukan dari view pemandangannya paling lengkap, apalagi jika harus membatasi pengakuan terhadap keberhasilan MXGP SAMOTA itu dengan nilai hutang yang konon sedang membelit Kuta Mandalika.
Daeng Santong menimpali Amaq Teginang (wayang bae ongkat sanaq noh) : "Bicara tentang SAMOTA, kita akan dipertemukan dengan setidaknya 3 (tiga) hal yang mesti diketahui kita semua, pertama adalah kenyataan bahwa SAMOTA itu adalah satu dari 11 KSPD (Kawasan Strategis Pariwisata Daerah) di NTB yang dikelola oleh Tim Percepatan SAMOTA. Kedua, SAMOTA adalah sebuah Global Biospher Reserve, dengan label aquarium raksasa terlengkap di Indonesia. Ketiganya, SAMOTA adalah sebuah Geopark Nasional dalam judul paling seksi jika kita menyebutnya GEOPARK NASIONAL GUNUNG TAMBORA".
Ketika Daeng Santong hendak melanjutkan, ketimpal lagi dengan satu potongan ngraos dari Semeton Sasak asal Pujut, aran ne Tuaq Mujur.
"Lamun KEK Mandalika noh apa kadu?".
Sembari nyeruput, Amaq Ganti yang menjawab : "KEK noh singkatan dari Kawasan Ekonomi Khusus, khusus khusus pokok aran, bukan staf khusus. Lamun balap motor noh, aran MotoGP Mandalika, bukan motor khusus, bukan hutang khusus aran gati...".
Rekan Mediadinamikaglobal, reportase kali ini tidak lengkap kiranya kalau tidak menulis lengkap tentang MXGP SAMOTA dengan KSPD dan Geopark Nasional serta Global Biospher nya. Sama seperti ulasan KEK Kuta Mandalika yang cukup mudah dicari di Paman Google tentang hutangnya. Tetapi tampaknya reportase perdana di Kafe Bawah Pohon ini harus disimpulkan sementara dulu, karena suara Kecimol tampaknya mengurangi kejernihan suara Amaq Teginang yang kebanyakan bahasanya kurang bisa di mengerti oleh Mediator Spotinsidelombok dan Mediadinamikaglobal, Pungkasnya
Hari sudah menjelang sore, semburat matahari mulai tersendat menerangi area Jembatan Kekalik. Jangan cemberut dengan Jembut Merarik.
Sampai jumpa di reportase berikutnya. Salam Semeton SASAMBO, Amaq Teginang.
( Aryadin )
0 comments