Pemilu 2024 di Tangan Kepala Desa

Jakarta, Media Dinamika Global.id.~ Seraya mengepalkan tangan ke langit, mereka berikrar memboikot suara partai politik yang menolak UU Desa direvisi di Pemilu 2024. Anggapan negatif yang beredar tak bisa dilepaskan dari ancaman para kepala desa saat demo di depan DPR pada 17 Januari lalu.

Dengan direvisinya UU Desa salah satunya penambahan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun tentu menjadi polemik tersendiri di kalangan masyarakat, terlebih agenda revisi ini terjadi menjelang Pemilu Serentak 2024. Tentunya ini seperti memberikan sinyal kepada pejabat di tingkat desa, siapa yang tak mau jika masa jabatan yang ada diperpanjang hingga sembilan tahun. Jangankan para kepala desa, Ketua OSIS pun bakalan mau jika diperpanjang masa jabatannya. 

Ini merupakan suatu kemunduran terhadap sistem tatanan pemerintahan di Indonesia; dengan panjangnya rentang waktu masa jabatan, tentunya akan menghambat proses regenerasi kepemimpinan di desa. Ada belasan poin tuntutan kepala desa yang bakal diakomodasi DPR selaku pengusul revisi UU. Misalnya masa jabatan kepala desa menjadi dua periode dengan sembilan tahun di tiap periode.

Kemudian, kenaikan dana desa dari sepuluh persen menjadi dua puluh persen yang diambil dari dana transfer desa di APBN. Nantinya, pemerintah desa bisa memperoleh Rp 2 miliar dari semula Rp 1 miliar. DPR pun bakal membolehkan pemilihan kepala desa dengan hanya satu calon. Mengenai mekanisme masih dibicarakan, apakah bisa lewat pemungutan suara atau lebih baik melalui musyawarah.

Menurut ICW tingkat korupsi paling banyak terjadi di tingkat pemerintahan desa sejak 2022 harusnya ini menjadi cerminan bagi para anggota Komisis II DPR untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dibuat khususnya UU Desa selain masa jabatan yang diperpanjang. Dengan masa jabatan yang ada saja sudah jelas praktik korupsi terjadi apalagi dengan ditambah masa jabatannya, tentu ini akan memunculkan oligarki-oligarki kecil di tingkat desa

Nepotisme juga akan semakin merajalela, alhasil akan menimbulkan dinasti-dinasti kecil. Nuansa politis dan aroma bau amis pun tercium antara partai politik dengan pemerintah desa. Ditambah, baru-baru ini ada pertemuan antara Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jawa Timur dengan salah satu bakal capres, tentunya seperti memberikan sinyal-sinyal terkait tawaran jual-beli .

Kita sebagai masyarakat biasa harus cermat memandang Pemilu 2024, jangan sampai oknum-oknum kepala desa melakukan politik praktis dan transaksional kepada masyarakatnya, apalagi sampai menimbulkan intervensi terhadap penyelenggara pemilu. Ini merupakan tugas bersama kita warga negara Indonesia untuk menghalaunya, jangan mau diiming-iming oleh uang yang diberikan karena yang kita pilih akan menentukan harga bahan pokok di rumah kita. 

Pemerintah harus bisa menertibkan oknum kepala desa yang "bandel" bahkan jika perlu pecat apabila ketahuan melakukan politik praktis.(sekjenMDG)

Load disqus comments

0 comments