Masih Viral Kasus Lahan Batu Layar, Kadislutkan NTB : Sepadan Pantai Tak Boleh Dikuasai


Mataram, Media Dinamika Global.Id._  Terkait kasus lahan di pantai Duduk Batu Layar masih Viral sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah kabupaten Lombok barat tentang penetapan sepadan pantai dan bukan sepadan pantai.

Disepadan pantai dan muara sungai tersebut sudah ada Sertifikat Hak Milik (SHM) atas Lalu Hery Prihatin yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Barat.

Kasus tersebut mengorbankan 7 (Tujuh) warga sehingga warga divonis 14 hari oleh Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Tujuh warga menepati sepadan pantai dan muara sungai berdasarkan persetujuan pemerintah Desa (Pemdes) setempat dan Pemdes menata dilahan tersebut dengan menggunakan APBDes dan ada juga bangunan Disperidag Lombok Barat diatas lahan bermasalah tersebut.

Kali ini dapat tanggapan dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadislutkan) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Muslim, menegaskan daerah sempadan pantai tidak boleh dikuasai oleh perorangan. Sempadan pantai boleh disertifikatkan Pemda, tetapi tidak boleh dibangun bangunan permanen.

“Kalau sempadan pantai itu tidak boleh ada bangunan permanen apalagi dimiliki orang. Karena sempadan pantai itu hak negara, mau disertifikatkan oleh daerah silakan saja tapi tidak boleh digunakan untuk pembangunan bangunan permanen,” kata Kadislutkan NTB Muslim saat dikonfirmasi di Mataram, beberapa waktu lalu.

Terkait kasus yang terjadi di Pantai Duduk, Desa Batulayar, Lombok Barat mengenai sempadan pantai yang disertifikatkan oleh oknum pengusaha, Muslim tidak berani mengatakan itu menyalahi aturan. Karena di NTB, belum ada satupun Pemda kabupaten/kota yang sudah menetapkan garis sempadan pantai.

Padahal dalam Perpres No. 51 Tahun 2016, Pemda kabupaten/kota diminta menetapkan garis sempadan pantai yang dimasukkan dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 21 Tahun 2018, kata Muslim, garis sempadan pantai menyesuaikan dengan kondisi di masing-masing wilayah. Sehingga tidak lagi dipatok garis sempadan pantai 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat berdasarkan Perpres No. 51 Tahun 2016.

Menurutnya, semakin cepat Pemda kabupaten/kota menetapkan garis sempadan pantai maka potensi gesekan sosial di lapangan akan bisa ditekan. Seperti kasus yang terjadi di Pantai Duduk Lombok Barat dan Lombok Tengah, hal tersebut akibat belum ditetapkannya garis sempadan pantai oleh Pemda.

“Seharusnya, kabupaten/kota cepat hadir dengan situasi seperti ini supaya tidak terjadi gesekan sosial,” ujarnya.

Muslim mengungkapkan Gubernur NTB Zulkieflimansyah telah mengeluarkan surat edaran ke Bupati/Walikota pada Januari 2022 supaya segera menetapkan garis sempadan pantai.

Kemudian dimasukkan dalam Revisi RTRW kabupaten/kota. Namun, hingga saat ini belum ada Bupati/Walikota menindaklanjuti surat edaran tersebut.

“Kenapa ini diperlukan mengeluarkan surat edaran karena ada potensi di wilayah pesisir ini ke depannya semakin susah nelayan untuk parkir perahunya. Karena ada kecenderungan para pemilik lahan dekat dengan lokasi sempadan pantai itu dikhawatirkan akan mencampur kawasan dia dengan sempadan pantai. Nah, ini yang terjadi keributan antar daerah selama ini contohnya di Batulayar dan Lombok Tengah,” tuturnya.

Muslim mendorong Pemda Kabupaten/Kota perlu melakukan pemetaan dan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Apabila ada kawasan sempadan pantai yang terlanjur sudah disertifikatkan oleh perorangan, maka bisa dibatalkan.

Ia memberikan contoh seperti kasus yang terjadi di Pantai Amahami Kota Bima. Dimana, kawasan pantai disertifikatkan oleh perorangan dan menyalahi ketentuan. “Kayak kasus di Amahami, BPN memberikan alternatif tanah itu tidak sesuai aturan, itu bisa digugat dibatalkan,” terangnya.

(Surya Ghempar).

Load disqus comments

0 comments