Muhammad Farid: Naik Haji Di Bulan Muharram


Tentang Haji. Media Dinamika Global. Id.- Sebentar lagi jutaan umat Islam dari seluruh dunia akan mengerjakan ibadah haji di Makkah. Ibadah Haji sudah diperintahkan sejak jaman Nabi Ibrahim SAW (QS.Al Hajj, 22:26-27). Dan ritual haji menjadi tradisi di kalangan orang-orang arab sebelum Nabi Muhammad SAW diutus.

Sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, orang-orang arab pada waktu itu sudah mengenal dan melaksanakan ritual haji seperti wukuf, thawaf dan sa’i. Tapi tata cara pelaksanaannya berbeda dengan Islam.

Aturan pelaksanaan haji dalam Islam diatur dalam Alquran dan Hadis Nabi. Diantaranya mengenai waktu pelaksanaannya. Tapi sebelum kita membahas tentang waktu pelaksanaan haji, Kita sepakati dahulu apa itu Haji.

Haji adalah Serangkaian ibadah mulai dari Niat Ihram, Wukuf di Arafah, melontar jumrah di Muzdalifah dan Thawaf serta Sai di Makkah di waktu-waktu yang telah ditentukan. Semua rangkaian itu hasil dari doanya Nabi Ibrahim SAW yang meminta diberikan petunjuk kepada Allah mengenai tata cara (manasik) ibadah (QS.Al Baqarah, 2:128)

Di Alquran disebutkan waktu dimulainya pelaksanaan Haji ketika bulan sabit yaitu tanggal 1 sampai tanggal 7.

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah waktu bagi manusia dan haji.” (QS.Al Baqarah, 2:189)

Mulai tanggal 1 sampai tanggal 7 itulah dimulainya niat Ihram untuk melaksanakan haji. Karena tanggal 8 sudah Hari Tarwiyah dimana semua orang mulai bergerak menuju Arofah. Mulai niatnya bisa di tanggal 1, 4 atau 7. Yang penting masih di dalam 7 hari di awal bulan.

Sedangkan puncak pelaksanaan haji adalah wukuf di Arofah tanggal 9. Dilanjutkan dengan Umrah (thawaf dan sai) serta melontar jumroh sejak tanggal 10 sampai tanggal 13.

Jadi kalau ada yang mengatakan niat Ihram haji bisa dilakukan di tanggal 8 sampai 30 bulan Syawal atau Zulqaidah, maka itu bertentangan dengan ayat ini.

Selama 7 hari awal bulan, sambil menunggu puncak pelaksanaan Haji yaitu Wukuf di Arofah tanggal 9, jamaah haji boleh mengisinya dengan umrah sunnah (thawaf dan sai) terlebih dahulu.

Lantas bagaimana dengan bulan pelaksanaan Haji ? Alquran menyebutkan Haji dilakukan di bulan-bulan yang telah ditentukan.

“Haji itu (pada) bulan-bulan yang telah ditentukan. Siapa yang menetapkan (niatnya) dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ (perkataan jorok), berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji… “ (QS.Al Baqarah, 2:197)

Haji itu pada bulan-bulan yang telah ditentukan. Kata “bulan-bulan” menunjukkan beberapa bulan bukan hanya satu bulan. Berbeda dengan pandangan saat ini dimana haji hanya bisa dilakukan di bulan Zulhijjah. Lantas bulan yang mana ?

Kalau kita lihat sejarahnya, haji itu tidak terlepas dari tradisi masyarakat Arab sejak zaman Nabi Ibrahim melakukan ziarah ke Makkah. Kondisi geografis di Arab yang gersang penuh padang pasir membuat orang-orang Arab terutama Suku Badui (Arab pegunungan) mempunyai kehidupan yang keras.

Saat itu sering terjadi perampokan dan peperangan antar suku. Hal ini merugikan bagi kafilah-kafilah dagang yang sering melakukan perjalanan melalui padang pasir. Ada tradisi gencatan senjata dimana pada saat itu tidak boleh ada peperangan, pembunuhan dan perusakan. Bagi siapa yang melanggar akan mendapat sanksi yang sangat berat.

Gencatan senjata atau masa damai itu ada pada 4 bulan haram (suci) yaitu Rajab, Zulqaidah, Zulhijjah dan Muharram. Dan 4 bulan haram ini juga diabadikan dalam Alquran :

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu),..” (QS.At Taubah, 9:36)

Selama masa damai 4 bulan inilah suku-suku Arab melakukan perjalanan dagang ke berbagai kota termasuk perjalanan spiritual (haji) ke Makkah. Mereka juga memanfaatkan perjalanan ziarah (haji) ke Makkah untuk keperluan dagang. Selain dari 4 bulan suci (haram) ini mereka akan mengalami gangguan selama dalam perjalanannya.

Ada sebuah tradisi lagi agar perjalanan ke Makkah tidak diganggu yaitu membawa dan menandai hewan sembelihan (kurban). Hewan itu diberikan kalung atau dilukai dibagian punuknya sebagai tanda bahwa hewan tersebut akan disembelih di Makkah. Hewan ternak (unta, sapi, kambing) yang sudah diniatkan sebagai hewan kurban disebut Hadya. Dan hewan Hadya yang sudah ditandai atau dikalungi disebut Qalaaid.

Jadi Ka’bah sebagai tujuan ziarah, bulan-bulan haram sebagai waktu pelaksanaan dan hewan hadya dan qalaaid sebagai hewan kurban, semuanya punya keterkaitan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran :

“Allah telah menjadikan Ka‘bah, rumah suci itu sebagai pusat kegiatan (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan haram, hadyu (hewan kurban) dan qalā’id (hewan kurban yang diberi kalung). Yang demikian itu agar kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa pun yang ada di langit dan apa pun yang ada di bumi dan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS.Al Maidah, 5:97)

Dari sini kita sudah bisa melihat kaitan antara bulan-bulan haram dengan ibadah haji. Dimana keduanya tidak bisa dipisahkan.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, dan jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu….” (QS.Al Maidah, 5:2)

Pada jaman Nabi Muhammad SAW, perintah haji diturunkan pada tahun 6 Hijriah. Pada tahun itu tepatnya di bulan Zulqaidah Rasulullah bersama seribu orang sahabat berangkat haji membawa hewan hadya (HR.Bukhari dan Muslim).

Tapi sesampainya di Hudaibiyah, Nabi dan para sahabat dihadang oleh orang-orang Quraisy. Kemudian terjadi kesepakatan antara Nabi dan para sahabat dengan orang Quraisy. Kesepakatan itu disebut Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isi perjanjian adalah gencatan senjata selama 10 tahun dan selama itu Nabi boleh memasuki Makkah hanya 3 hari saja.

Akibat perjanjian ini, Nabi hanya bisa memasuki kota Makkah selama 3 hari aja. Sehingga Nabi dan para Sahabat tidak jadi melaksakan ibadah Haji tapi mengubahnya menjadi umrah saja. Dan itu dilakukan di bulan Zulqaidah bukan bulan Zulhijjah. Peristiwa ini diabadikan dalam Alquran :

“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban….” (QS.Al Baqarah, 2:196)

Pada tahun berikutnya (tahun 7 H), karena masih berlaku ketentuan pembatasan 3 hari mengunjungi Makkah, Nabi dan para sahabat hanya bisa melakukan umrah dan dilakukan di bulan Zulqaidah. Kemudian di tahun berikutnya orang-orang Quraisy melanggar perjanjian ini.

Maka pada Tahun 8 Hijriah tepatnya di bulan Ramadhan, Nabi beserta sepuluh ribu sahabat menaklukkan kota Makkah tanpa adanya perlawanan dari penduduk Makkah. Tapi di bulan Syawal, penduduk sekitar (di luar) Makkah berencana melakukan penyerangan sehingga terjadilah Perang Hunain.

Pada perang ini awalnya Kaum Muslimin menderita kekalahan tapi akhirnya mendapat kemenangan. Pasukan musuh kabur dan terbagi menjadi 3 kelompok. Semuanya dikejar oleh pasukan muslim. Satu kelompok masuk ke dalam benteng di Thaif.

Lalu Nabi dan para sahabat mengepung benteng Thaif selama bulan syawal. Nabi menggunakan pelempar batu (trebuchet) untuk menghancurkan benteng tapi tidak berhasil. Sampai akhir bulan Syawal, Nabi dan para sahabat tidak berhasil menaklukkan benteng Thaif.

Besoknya sudah masuk bulan Zulqaidah yang termasuk bulan haram, dimana pada bulan haram dilarang untuk berperang. Maka Nabi meninggalkan Thaif dan kembali ke Ji’rona (dekat Makkah) dimana rampasan perang Hunain disimpan. Masih ada satu pekerjaan yang harus dilakukan yaitu membagikan rampasan perang Hunain yang sangat besar. Setelah perhitungan selesai, Nabi membagikan rampasan perang di tanggal 5 Zulqaidah.

Pembagian rampasan perang kepada sepuluh ribu pasukan bukan perkara yang mudah. Diperlukan waktu berhari-hari untuk membagikan rampasan perang. Akibatnya waktu pelaksanaan niat memulai ihram haji (tanggal 1-7 Zulqaidah) terlewatkan.

Jika pada saat itu tidak ada peristiwa pengepungan benteng Thaif, kemungkinan besar Nabi dan para Sahabat melakukan ibadah haji di bulan Zulqaidah. Sebagaimana halnya pada tahun 6 Hijriah Nabi berniat melakukan ibadah haji di bulan Zulkaidah tapi batal dan berubah jadi umrah karena dibatasi hanya 3 hari.

Setelah pembagian rampasan perang selesai, masih ada waktu 20 hari untuk masuk bulan Zulhijjah Plus 9 hari ke puncak pelaksanan haji (tanggal 9 Zulhijjah). Tapi setelah menunggu 13 hari nabi memutuskan untuk pulang ke Makkah. Pada tanggal 23 Zulqaidah hari Nabi pun melakukan umrah dan pulang ke Makkah.

Tahun 9 Hijriah, Nabi tidak berangkat haji tapi mengutus Abu Bakar dan Ali untuk memimpin pelaksanaan haji yang dilakukan di bulan Zulhijjah tahun 9 Hijriah. Baru pada tahun 10 hijriah di bulan Zulhijjah, Nabi berangkat haji. Dan itu adalah haji pertama dan terakhir yang dilakukan oleh Nabi karena tahun berikutnya (tahun 11 H) Nabi sudah meninggal dunia.

Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Pelaksanaan ibadah haji tidak bisa dilepaskan dari bulan-bulan haram yaitu Rajab, Zulqaidah, Zulhijjah dan Muharram. Dan Nabi pun pernah menyontohkan berangkat haji di bulan Zulqaidah. Tapi takdir berkata lain, Nabi hanya bisa melakukan ibadah haji sekali yaitu di bulan Zulhijjah tahun 10 H.

Meski demikian, bukan berarti haji hanya bisa dilakukan di bulan Zulhijjah sebagaimana pemahaman pada umumnya. Alquran, Hadis Nabi dan Fakta sejarah menunjukkan bahwa haji bisa dilakukan di 4 bulan haram dimana niat ihram haji dilakukan pada tanggal 1 sampai 7 di bulan-bulan haram tersebut.

Kalau ada yang mengatakan bulan-bulan haji yang dimaksud di Alquran termasuk juga bulan Syawal maka itu bertentangan dengan Alquran, Hadis Nabi dan juga akal sehat. Jika bulan syawal termasuk hitungan bulan haji, bagaimana mungkin puncak haji tanggal 9 Zulhijjah sedangkan niat hajinya dimulai 2 bulan sebelumnya yaitu bulan Syawal. Yang masuk akal adalah : jika puncak haji tanggal 9 Zulhijjah maka mulai niat ihram haji bisa dimulai sejak tanggal 1 di bulan yang sama (bulan zulhijjah) juga. Dan ini sesuai dengan ketentuan di Alquran bahwa awal waktu haji adalah bulan sabit.

Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan berdasarkan Alquran, Sunnah dan sejarahnya, Haji bisa dilaksanakan setahun 4 kali yaitu di bulan-bulan haram (Rajab, Zulqaidah, Zulhijjah dan Muharram).

Hal Ini bisa jadi solusi atas lamanya antrian naik haji. Ada daerah yang antriannya sampai 40 tahun. Kalau pemerintah Arab mau menegakkan ketentuan sesuai Alquran dan Sunnah dimana haji diselenggarakan sebanyak 4 kali dalam setahun, maka antrian itu bisa dipangkas menjadi 10 tahun.

Berdasarkan Ketentuan Alquran, Hadis Nabi, fakta sejarah, akal sehat dan pertimbangan manfaat di atas, maka kita boleh naik haji di bulan Muharram tahun ini. Siapa yang mau ikut ?
Load disqus comments

0 comments