Sosok Tommy Soeharto Yang Namanya Mendadak Muncul Di Bursa Calon Ketua Umum Partai Golkar


Jakarta. Media Dinamika Global. Id.- Inilah sosok Tommy Soeharto yang namanya mendadak muncul di Bursa Calon Ketua Umum Partai Golkar 

Baru usai Airlangga Hartarto mundur. Diketahui, Airlangga Hartarto resmi menyatakan mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Bursa calon penggantinya pun kini mencuat. Sebagaimana dikutip dari Media SURYA.co.id

Sejauh ini sudah ada tiga nama calon ketua umum partai Golkar yang mencuat ke publik, diantaranya Bahlil Lahadalia, Bamban Soesatyo(Bamsoet) hingga Agus Gumiwang.

Selain tiga nama tersebut di atas ada 13 kandidat Ketua Umum Partai Golkar termasuk nama putra sulung Presiden Joko Widodo(Jokowi) Gibran Rakabuming Raka hingga nama Tommy Soeharto.

Melansir dari Tribunnewswiki, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto 
adalah pengusaha dan politisi Indonesia.

Ia merupakan putra dari presiden RI kedua, Soeharto.

Ia pernah mendekam di penjara pada tahun 2002-2006 karena kasus pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 2001, terbukti memiliki senjata api dan amunisi, dan sengaja melarikan diri.

Tommy Soeharto lahir pada 15 Juli 1962.

Pada tahun 1997, ia menikah dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani Soerjosoebandoro atau Tata.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai satu orang putra dan satu orang putri, yaitu Dharma Mangkuluhur Hutomo dan Radhyana Gayanti Hutami. 

Setelah lulus SMP, ia menempuh pendidikan di Akademi Penerbangan Sipil.

Ia juga mengambil kuliah pertanian di Amerika Serikat.

Waktu muda, ia dikenal dekat dengan aktris, klub malam, dan kasino.

Ia bisa berjudi dan menghabiskan hingga USD 1 juta sekali putaran.

Pada tahun 1992, ia terpilih sebagai anggota DPR RI Fraksi Karya Pembangunan.

Ia memegang jabatan tersebut hingga 21 Mei 1998.

Pada tahun 1999, ia didakwa melakukan penipuan lahan senilai USD 11 juta.

Pada bulan Oktober di tahun tersebut, ia dinyatakan tidak bersalah.

Namun, pada September 2000, Hakim Agung Syafiuddin membatalkan putusan tersebut.

Hakim menjatuhi Tommy dengan kurungan 18 bulan.
Ia kemudian menolak dipenjara dan bersembunyi.

Pada Juli 2001, Tommy menyewa pembunuh bayaran dengan harga Rp 100 juta untuk membunuh Hakim Agung Syafiuddin.

Ia ditembak mati ketika tengah perjalanan ke kantor.

Tommy kemudian didakwa 15 tahun penjara pada tahun berikutnya.

Ia dipenjara di selu mewah Blok H Cipinang, Jatinegara.

Ia kemudian dipindahkan ke Pulau Nusa Kambangan dengan sel mewah berukuran 8x3m.

Sel tersebut dilengkapi dengan sofa, lemari, televisi, kulkas, dan peralatan lain.

Tommy Soeharto memiliki banyak bisnis lewat bendera Grup Humpuss.

Ia menjabat sebagai Komisaris Utama di perusahaan tersebut.

Perusahaannya melayani penyewaan helikopter dan pesawat terbang bagi perusahaan perminyakan.

Ia juga memiliki bisnis hotel melalui PT Lor Internasional Hotel.

Tak hanya itu, Pangeran Cendara tersebut memiliki saham mayoritas di PT Sarana Sirkuitindo Utama yang mengelola Sirkuit Sentul, Bogor.

Ia juga mengelola grosir Goro melalui bendera PT Berkarya Makmur Sejahtera.

Pengamat  Politik, Agus Widjajanto menyebut nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto lebih layak jika disorongkan menjadi calon ketua umum Partai Golkar bersaing dengan beberapa nama yang diisukan maju dalam Munas Golkar.

Ada beberapa alasan kenapa Tommy Soeharto sangat layak disorongkan dalam bursa caketum Partai Golkar. Pertama, putra Presiden RI Ke-2 Soeharto itu diketahui tidak haus dengan kekuasaan. Selama 20 tahun terakhir, alih-alih masuk dan bermain dalam pusaran kekuasaan, Tommy lebih fokus menjalankan dan membesarkan bisnis.

"Alasan kedua kenapa layak meneruskan kepemimpinan Bapak Airlangga Hartarto, orang tua Tommy Soeharto yakni Presiden RI Ke-2 Soeharto merupakan tokoh Pendiri Partai Golkar yang dalam sejarah pendirian nya identik dengan berdiri nya Orde Baru  dan Bapak nya telah  membesarkan Partai Golkar," terang Agus dalam keterangannya di Jakarta, Minggu(11/8/2024).

Selain itu, nama Tommy Soeharto
diharapkan dalam mengembalikan marwah Partai Golkar dan terakhir yang bersangkutan merupakan tokoh politik yang tidak tersandera kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Gelaran Munas Golkar pada Desember 2024 mendatang, menurut Agus yang juga seorang Praktisi hukum senior , jadi momentum yang sangat bagus dalam pusaran bursa caketum.

"Jika Tommy maju, tentu banyak kader yang berharap akan mengembalikan marwah dan kejayaan Partai Golkar. Momentumnya sangat tepat, pasca Pemilu 2024," jelas Agus.

Sementara dihubungi terpisah Guru Besar Senior Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof DR I Gde Pantja Astawa SH MH, sebelumnya menyatakan bahwa Partai Golkar sejak Era Reformasi ada perubahan orientasi kepemimpinan sehingga semua kader mempunyai peluang menjadi Ketua Umum Golkar.

"Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader-kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy mau masuk," kata Prof Pantja.

Namun demikian, soal peluang Tommy 
Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan. Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.

Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari partai Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.

"Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Tetapi ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tomy," jelas Prof Gde Pantja.

Kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Karena akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru. Meski secara obyektif, selain ada beberapa kelemahan selama dipimpin Pak Harto, banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto.

"Tommy mampu nggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil di panggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya, dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.

Ia menambahkan, memang Tommy 
Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya dan Jiwa Nasionalisme nya tidak perlu diragukan.

Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan manajerial, leadership, termasuk di bidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.

"Mampu nggak begitu? Tidak mudah memang menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi "rising star" kalau mampu menjawab beban sejarah," tegasnya.

"Dan kalau saya jadi seorang Tommy Soeharto, saya akan berani dan maju demi menjaga Maruah keluarga dan nama Baik Bapaknya yang sudah mendirikan Partai Golkar dan membesarkannya," sambung Prof Gde Pantja.

Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kata dia, kemunculan Mega di panggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.

"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.

"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan Bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," demikian Prof Pantja.(Team MDG).
Load disqus comments

0 comments