Penulis : AL Mukmin Betika Selaku Ketua DPD GMNI NTB. |
Mataram-NTB, Media Dinamika Global.Id._ Jika politik adalah pertempuran maka pemilukada kabupaten Bima kali ini adalah duel klasik antara kelompok tradisionalis melawan kelompok religius, kelompok pro dinasti melawan kelompok perubahan.
Hari ini Rabu 28 Agustus 2024 2 pasangan calon kepala daerah Feryandi-HJ.Rostina, Ady Mahyudin-dr.H. Irfan, mendaftar di KPU,gegap gempita, riuh rendah dijalan, semacam lonceng tanda pesta pora rakyat akan segera dimulai.
Pemilukada kali ini adalah kontestasi ke-4 seorang Ady mahyudi, Kontestasi ke-3 dr.H.Irfan, pertempuran pertama bagi pasangan Putra Feryandi-Hj.Rostina, mungkin sebagaian orang beranggapan Ady mahyudin akan kalah lagi kali ini, eit jangan keburu disimpulkan, kita juga kudu objektif melihat Sejarah pertempuran politik kabupaten Bima, pemilukada kali ini adalah pertarungan ke-5 Golkar Versus Partai Amanat Nasional (PAN), kita mestinya bertanya kenapa PAN mengambil jalan Melawan garis Politik kekuasaan Istana (GOLKAR), artinya ada pertempuran Ide didalamnya, ada gagasan yang ingin diperjuangkan lewat proses politik legal formal pemilukada, bagi kaum menengah jalan PAN dan Ady mahyudi adalah jalan politik yang harus diapresiasi, ia mempertaruhkan segalanya untuk mewujudkan gagasan politiknya dalam pemilu, ide, waktu,tenaga, materi, demi apa? Bukan hanya demi kekuasaan itu sendiri tetapi sebesar-sebesanya demi terwujudnya tatanan dan peradaban yang dilahirkan lewat proses meritokrasi, lewat proses perjuangan, lewat proses perebutan bukan diwariskan oleh kedua orang tua.
Bagaimana dengan Putra Feryandi? Terus-terang pemilukada kali ini adalah periode ke-3 IDP_Dahlan, elit politik secara culas mendesain Putra Feryandi mulanya melawan Kotak kosong, tidak tanggung-tanggung 36 kursi dari 8 partai politik di parlemen diborong, sikap PAN dan PKS menolak masuk koalisi Istana adalah satu sikap politik yang harus dihormati, PAN-PKS mengevaluasi kepemimpinan IDP_Dahlan dengan menolak praktek culas mengangkangi demokrasi untuk melanggengkan dinasti politik Sultan Bima, keculasan dan ketamakan itu terlihat dengan kesepakatan 8 partai koalisi mendukung istrinya Dahlan (Wakil Bupati Bima) sebagai pasangan Feryandi. Apa yang dipertotonkan oleh elit politik bukan hanya keculasan tetapi juga ketamakan terang-terangan mengakangi aspirasi rakyat.
APA SEBENARNYA YANG DINGINKAN GOLKAR DAN INDAH DAMAYANTI PUTRI?
Kenapa feryandi awalnya harus melawan kotak kosong? Artinya Dinda Takut anaknya kalah! Ketakutan akan kalah itu harus diatasi salah satunya Yandi hanya boleh melawan kotak kosong, ternyata ada 2 partai menolak Kerjasama denga Dinda PAN-PKS, mimpi Dinda agar pilkada mudah dan murah tidak terlaksana, Feryandi harus berjuang keras menang pemilukada melawan Ady-Irfan pemain gelanggang, juara tanpa mahkota.
Kenapa Dinda takut anaknya kalah? Dalam hitungan elektoral kekuatan istana hanya 40-43% apa ini cukup untuk menang pemilukada jika pertempuran head to head? TIDAK! Dengan data elektoral Dinda meyakini jika head to head anaknya akan kalah, maka skenarionya adalah memborong semua kursi diparlemen, dengan asumsi biaya belisemua kursi parlemen lawan kotak kosong lebih efisien dan efektif , ternyata PAN_PKS berkata lain, Dinda harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menangkan Feryandi, aih masalah pemilukada sebelumnya saja belum kelar di KPK.
Lagi kenapa Dinda takut Yandi kalah? Tentu ini masalah administrasi pemerintahan rak-rak data di emerintahan tidak boleh jatuh ketangan orang lain, jika itu terjadi maka celaka! Yandi harus melanjutkan pemerintahan agar semua selamat.
57% suara anti istana adalah hantu, Dinda tahu betul jika 57% itu adalah lawan politik keluarganya 20 tahun terahir, dia tahu betul jika hantu 57% itu tidak akan mau memilih istana dengan iming-iming apapun, Dinda sadar betul jika 57% itu ide dan gagasan yang menjalar ditubuh sosial dan politik, berlangsung berabad-abad, ada dendam Sejarah, sosial, politik dan ekonomi, Dinda tahu betul jika 57% itu akan menghukum keluarganya dalam lintasan Sejarah, dan Dinda tahu betul momentum itu telah datang untuk menghukum Dinda dengan kekalahan.
Show of force pendukung feryandi di KPUD hari ini adalah salah satu bentuk ketakutan, mobilasi dan konsolidasi massa dilakukan sejak semalam, ironi memang disaat Dinda menginginkan pilkada murah, pilkada mahal yang dia hadapi.
Apakah ada garansi koalisi gemuk Feryandi menang? Belum tentu! Tidak tanggung-tanggung 36 kursi parelemen diborong demi mengatasi rasa takut, saya menulis ini sambil senyam-senyum, membayangkan kepanikan Dinda dan kalkulasi biaya yang harus dia keluarkan untuk menggerakkan mesin politik koalisi, 8 partai politik parlemen akan mogok jika tidak diguyur logistic besar, belum lagi Dinda harus mengikuti kontestasi sebagai calon wakil gubernur NTB.
NASFU KEKUASAAN DAN KESERAKAHAN ISTANA
Tidak cukup anaknya calon Bupati, ibunya ikut pula calon wakil gubernur, hak konstitusional Dinda lah sebagai warga negara, tetapi disaat isu nasional sedang anti-antinya pada praktek dinasti dan legalisme otokratik Dinda justru mempertotonkan problem etis secara terang-terangan, seolah-olah menantang rakyat “ini guwe, elo mau apa?”.
Kekuasaan memang nikmat, sekali orang berkuasa dia tidak mau berhenti, ingin tetap berkuasa, selesai dirinya dia wariskan pula keanak cucunya, tidak terkecuali Dinda, sebagai problem psikologi ini umum terjadi tetapi sebagai problem etis keserakahan dan akumulasi kekuasaan pada tangan seseorang harus dikritik.
BAGAIMANA DINDA MENUTUPI MINUSNYA KOMPETENSI YANDI?
Ploating Yandi sebagai pewaris Dinda bukanlah desain premature yang incidental, tiba-tiba terjadi, tetapi dipersipakan sejak lama, Dinda tahu anaknya tidak punya kompetensi, lemah secara leadership, anak mama, pengalaman hidup Yandi sebagai pemimpin hanya menjadi ketua OSIS SMP, pemilu 2019 yandi di ploating sebagai ketua DPRD, paripurna kemudian paman-pamanya diberi jabatan stategis eselon 2 dan eselon 1, terahir paman kandungnya Dinda menjadi SEKDA dan adik Kandung Dinda diploating menjadi ketua DPRD 2024-2029, scenario yang sangat indah menjadikan Bima sebagai dinasti keluaga hanya demi mengamankan Yandi naik tahta, mengerikan!
Lalu apa dampaknya bagi rakyat? Ketika scenario ini kita biarkan berjalan tanpa perlawanan? Rakyat adalah objek kebijakan, korban pertama dari kebijakan pemerintah adalah rakyat, liat antrian gas elpiji, lihat orang saling pukul rebutan pupuk subsidi, lihat orang mati dipematang sawah rebutan tanah bengkok karena ulah mafia, lihat narkoba merusak generasi muda dan seluruh harapan-harapanya, lihat angka kemiskinan selama 20 tahun terahir, lihat angka pengangguran, lihat angka kriminalitas, rakyat adalah korban utama dan satu-satunya dalam satu proses politik dan kebijakan politik yang memerintah.
Scenario Dinda harus digagalkan, kejahatan terselubung atas nama legalitas formal harus dilawan, satu-satunya cara agar rakyat selamat dengan mengalahkan Yandi dalam pemilu dengan tenaga rakyat itu sendiri.
Penulis : AL Mukmin Betika Selaku Ketua DPD GMNI NTB.
Editor : Surya Ghempar.
0 comments