Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima tahun 2024, kondisi jalan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2021, jalan dalam kategori baik tercatat mencapai 428,62 kilometer. Namun, angka tersebut terus menurun dengan hanya 413,84 kilometer di tahun 2022 dan semakin menurun menjadi 409,68 kilometer di tahun 2023. Ironisnya, meski total panjang jalan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah 831,61 kilometer, lebih dari setengahnya, yakni 421,93 kilometer, tidak layak untuk digunakan.
Kondisi jalan yang semakin buruk ini terjadi selama masa kepemimpinan IDP sebagai Bupati Bima dan saat anaknya, Muhammad Putera Ferryandi, menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima. Janji-janji perbaikan infrastruktur yang diucapkan oleh keduanya seolah hanya tinggal angin lalu, tanpa realisasi yang konkret. Masyarakat Kabupaten Bima hingga kini menunggu dan mempertanyakan komitmen mereka untuk memperbaiki jalan yang seharusnya menjadi prioritas.
Dengan IDP yang mencalonkan diri pada posisi Wakil Gubernur NTB dan Muhammad Putera Ferryandi sebagai calon Bupati Bima, masyarakat Kabupaten Bima harus mempertimbangkan untuk kembali mempercayakan kedua figur diatas menjadi pemimpin. Apakah mereka layak mendapatkan kesempatan lagi, atau justru harus ada perubahan signifikan dalam kepemimpinan demi perbaikan infrastruktur jalan yang menjadi hak dasar warga?
Kondisi jalan yang tidak layak ini tidak hanya berdampak pada mobilitas masyarakat, tetapi juga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan perbaikan infrastruktur yang belum terealisasi, masyarakat Kabupaten Bima kini semakin meragukan kredibilitas IDP dan Muhammad Putera Ferryandi. Apakah masyarakat Bima akan memberikan suara kepada mereka sekali lagi, atau akan memilih pemimpin baru yang berkomitmen untuk menjadikan infrastruktur jalan sebagai prioritas utama? Waktu yang akan menjawab.
@sorotan Prokompim Kabupaten Bima
0 comments