Mataram, Media Dinamika Global.id.- Aprialely Nirmala, terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengancam akan melaporkan Direktur PT Barokah Karya Mataram (BKM) Robinzandhi ke polisi. Aprialely menuding Robinzandhi memberikan keterangan palsu sebagai saksi.
Kuasa hukum Aprialely, Aan Ramadhan, menyebut keterangan Robinzandhi yang diduga palsu itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di sana disebutkan Aprialely Nirmala turut menikmati fee proyek Rp 1 miliar lebih dari permintaan Dwi Agustianto kepada PT Waskita Karya sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 19,6 miliar.
"Dia memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan Rabu kemarin (12/3/2025), Robinzandhi ini menyatakan kalau keterangan terkait klien kami (Aprialely Nirmala) menikmati uang Rp 1 miliar lebih itu hanya sekadar informasi dari cerita di warung kopi, dengar dari Gematullah. Tidak ada bukti yang menyatakan klien kami ini menerima," kata Aan di Mataram, Jumat (14/3/2025).
Pada BAP penyidikan KPK, Robinzandhi sebagai direktur PT BKM mengikutkan perusahaannya dalam lelang proyek tersebut. Dalam BAP itu dinyatakan bahwa semua kontraktor di Lombok mengetahui nama Aprialely Nirmala yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) pelaksana proyek tahun 2014 sebagai orang kepercayaan Dwi Sugianto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTB.
Dalam hal itu, Robinzandhi menyebutkan di BAP penyidikan KPK itu bahwa Dwi Sugianto sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTB pada era Gubernur NTB TGB Zainul Majdi menetapkan fee proyek sebesar Rp 1,5 miliar sebagai pemenang lelang proyek shelter tsunami.
Dalam hal ini, Kepala PT Waskita Karya Cabang NTB Teddy Irjanto disebut dalam BAP KPK oleh saksi menyerahkan fee proyek Rp 1 miliar lebih kepada Dwi Sugianto agar muncul sebagai pemenang lelang.
"Saksi Robinzandhi dalam BAP meyakini bahwa Aprialely Nirmala sebagai orang kepercayaan Dwi Sugianto turut menerima jatah dari fee proyek tersebut. Tapi, dalam persidangan, Robinzandhi ini tidak dapat membuktikan keterangannya dalam BAP itu," ujarnya.
Aan mengatakan JPU dalam persidangan mengingatkan Robinzandhi sebagai saksi bahwa akibat keterangan dalam BAP yang tidak mendasar pada bukti tersebut telah memberatkan perbuatan pidana Aprialely Nirmala sebagai terdakwa.
Gematullah, Direktur PT Global Mas, pemilik perusahaan yang ikut lelang proyek bersama PT BKM dan PT Waskita Karya, turut hadir sebagai saksi di persidangan.
"Saat dihadirkan bersama Robinzandhi, Gematullah menepis dirinya memberikan informasi perihal Aprialely Nirmala turut menikmati fee proyek yang diterima Dwi Sugianto dari PT Waskita Karya," imbuhnya.
Aan mengatakan tanpa menguatkan kembali keterangannya yang dibantah Gematullah, Robinzandhi pada akhir persidangan menyatakan ke hadapan majelis hakim tetap dalam keterangan BAP penyidikan.
"Jadi, karena keterangan Robinzandhi ini klien kami diberatkan, klien kami dianggap menerima bagian dari fee proyek. Padahal, itu hanya asumsi, tidak dia ketahui secara pasti dan itu terungkap sebagai fakta persidangan Rabu kemarin," ungkapnya.
Oleh karena itu, Aprialely Nirmala yang merasa dirugikan dengan keterangan Robinzandhi akan mengambil langkah hukum dengan melaporkan yang bersangkutan atas dugaan memberikan keterangan palsu atau tidak benar.
Aan sebagai kuasa hukum Aprialely Nirmala berencana melaporkan perbuatan Robinzandhi memberikan keterangan palsu ke Polda NTB yang merujuk pada Pasal 242 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana hukuman paling lama 9 tahun penjara.
Pemberian keterangan palsu ini juga dikenal dalam tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur pada Pasal 22 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut menjelaskan setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar terancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling berat 12 tahun dengan denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
"Jadi, untuk rencana laporan ke Polda NTB ini akan kami masukkan sebelum Lebaran. Untuk sampai ke sana, sekarang kami sedang siapkan kelengkapan materi laporan," kata Aan.
Sebagai bahan kelengkapan laporan, dia memastikan pihaknya dari pihak kuasa hukum Aprialely Nirmala akan menyertakan keterangan Robinzandhi yang tertera dalam BAP penyidikan KPK.
"Keterangan di BAP itu juga akan kami sandingkan dengan keterangan Robinzandhi yang terungkap dalam fakta persidangan," tandas Aan.(Sekjend MDG).