|
Opini : Febrian Putrawi Sa’ban, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mataram. |
Mataram-NTB,
Media Dinamika Global.Id - Zakat merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem ekonomi, Zakat menciptakan keseimbangan sumberdaya dengan redistribusi pendapatan dan pendanaan untuk menunjang stabilitas ekonomi. Di antara berbagai jenis zakat, zakat pertanian memiliki karakteristik unik karena terkait langsung dengan sektor agraris yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, zakat pertanian memiliki potensi besar dalam menopang pembangunan, terutama di wilayah pedesaan yang didominasi oleh aktivitas pertanian. Namun, optimalisasi zakat pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, baik dari segi regulasi, kesadaran masyarakat, maupun pengelolaan zakat itu sendiri.
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan lahan pertanian yang luas dan beragam jenis hasil buminya. Namun, meskipun sektor pertanian menyumbang porsi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, kesadaran akan kewajiban zakat hasil tani di kalangan petani masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman tentang hukum zakat dan minimnya sosialisasi mengenai zakat pertanian. Padahal, menurut ketentuan syariah, hasil pertanian yang memenuhi nisab atau batas minimum wajib dikenai zakat. Pengelolaan zakat pertanian yang belum optimal ini menimbulkan kesenjangan antara potensi yang besar dengan realisasi zakat yang terkumpul.
Dalam konteks pembangunan ekonomi, zakat pertanian memiliki peran yang sangat strategis. Jika dikelola secara baik, zakat dapat menjadi salah satu sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk mendukung program-program pemberdayaan ekonomi di pedesaan. Dana zakat dari sektor pertanian dapat dimanfaatkan untuk membantu petani yang kurang mampu, mengembangkan infrastruktur pertanian, memberikan akses permodalan bagi usaha kecil di bidang pertanian atau stimulisasi kegiatan produksi di sector lainnya.
"Potensi zakat pertanian sebagai pendukung fiscal"
Potensi zakat pertanian di Indonesia memiliki nilai yang sangat signifikan jika dikelola secara maksimal. Sebagai negara agraris dengan lahan pertanian yang luas, sektor ini memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan estimasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat secara keseluruhan di Indonesia dapat mencapai sekitar Rp 327,6 triliun per tahun, dan sebagian besar berasal dari sektor pertanian. Dengan luasnya lahan dan beragamnya komoditas pertanian yang dihasilkan, seperti padi, jagung, dan kelapa sawit, zakat hasil tani berpotensi memberikan kontribusi besar dalam pengumpulan zakat nasional.
Data dari Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa pada tahun 2023, sektor pertanian menyumbang sekitar 13,28% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jika dikaitkan dengan jumlah petani Muslim yang ada di Indonesia, yang mencapai puluhan juta orang, potensi zakat pertanian menjadi semakin besar. Apabila zakat dari hasil pertanian ini dapat dikumpulkan secara optimal sesuai dengan syariah, yaitu dengan besaran 5% hingga 10% tergantung pada jenis pengairan yang digunakan, dana zakat pertanian bisa menjadi sumber pendanaan yang signifikan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi di daerah-daerah pedesaan.
Namun, realisasi pengumpulan zakat pertanian masih jauh di bawah potensinya. Salah satu faktor penghambatnya adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang kewajiban zakat pertanian, serta mekanisme penarikan yang belum terintegrasi dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah oleh Abdullah "Analisis Kendala Penarikan Zakat Pertanian di Indonesia: Studi Kasus Kabupaten Aceh Barat", salah satu kendala utama adalah rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman petani mengenai kewajiban zakat pertanian. Banyak petani yang tidak sepenuhnya mengerti tentang ketentuan syariah terkait zakat, seperti nisab (batas minimal) dan kadar zakat yang harus dikeluarkan. Selain itu, kurangnya edukasi dan sosialisasi dari lembaga zakat dan pemerintah juga menjadi faktor penghambat dalam optimalisasi zakat pertanian. Penelitian yang dilakukan oleh Suryani dan Rahmawati "Peran Lembaga Amil Zakat dalam Pengelolaan Zakat Pertanian: Studi di Provinsi Lampung" menunjukkan bahwa sistem pengelolaan zakat di daerah-daerah, khususnya di pedesaan, masih belum terorganisir dengan baik. Banyak lembaga amil zakat (LAZ) yang belum memiliki mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mendistribusikan zakat dari hasil pertanian.
Kendala lain yang sering muncul adalah masalah teknis terkait dengan proses penarikan zakat. Dalam banyak kasus, petani merasa kesulitan untuk menghitung hasil pertanian yang memenuhi syarat zakat, terutama ketika pendapatan dari pertanian mereka tidak menentu akibat faktor cuaca, harga pasar, dan biaya produksi yang fluktuatif. Penelitian oleh Hakim dan Fitria "Fluktuasi Pendapatan Petani dan Dampaknya terhadap Kewajiban Zakat Pertanian" menjelaskan bahwa hal ini semakin diperburuk oleh minimnya dukungan regulasi yang mengatur secara spesifik zakat pertanian di tingkat lokal. Meskipun terdapat fatwa dan regulasi dari lembaga-lembaga Islam, implementasinya sering kali tidak konsisten karena kurangnya penegakan hukum di lapangan. Penelitian juga mencatat bahwa distribusi hasil zakat pertanian belum terarah dengan baik, sehingga manfaat zakat tidak optimal dalam mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial di kalangan petani, sebagaimana diuraikan dalam jurnal oleh Mustafa dan Anwar "Efektivitas Distribusi Zakat dalam Mengurangi Kesenjangan Ekonomi di Kalangan Petani: Studi Kasus di Pulau Jawa."
Beberapa jurnal juga menemukan bahwa kurangnya keterlibatan aktif pemerintah dalam mengintegrasikan zakat pertanian ke dalam kebijakan pertanian nasional menjadi kendala signifikan. Studi Oleh Firdaus dan Maulana "Integrasi Zakat dalam Kebijakan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia" mengungkapkan bahwa dukungan dari pemerintah sangat diperlukan, terutama dalam hal pengawasan dan pemberian insentif kepada petani yang menunaikan zakat. Tanpa kerangka kebijakan yang jelas, upaya untuk meningkatkan kesadaran, pengelolaan, dan distribusi zakat pertanian sulit mencapai hasil yang maksimal. Kendala-kendala ini menunjukkan bahwa meskipun potensi zakat pertanian di Indonesia sangat besar, tanpa adanya perbaikan dalam regulasi, sistem pengelolaan, serta kesadaran masyarakat, realisasi zakat pertanian akan tetap jauh di bawah potensinya.
Penulis : Febrian Putrawi Sa’ban, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mataram.